JAKARTA, 14 Februari 2025 – Menteri Komunikasi dan Informatika (Komdigi) Indonesia, Johnny G. Plate, baru-baru ini mengomentari video yang viral mengenai makanan bergizi gratis yang diproduksi menggunakan kecerdasan buatan (AI). Video tersebut, yang diperkenalkan sebagai bagian dari program sosial pemerintah. Menuai kritik dari berbagai pihak karena dianggap kurang autentik dan lebih mengutamakan kreativitas digital ketimbang keaslian.
Program “Makanan Bergizi Gratis” ini awalnya dimaksudkan untuk memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya konsumsi makanan sehat. Terutama bagi kelompok rentan seperti anak-anak dan lansia. Namun, dalam pelaksanaannya, video promosi yang dibuat dengan menggunakan teknologi AI dinilai tidak sesuai dengan ekspektasi publik yang lebih mengharapkan pendekatan yang lebih manusiawi dan realistis.
Kritik Terhadap Video Makanan Bergizi Gratis AI
Video tersebut menunjukkan simulasi makanan bergizi yang seolah-olah disiapkan secara otomatis oleh teknologi AI. Dengan gambar-gambar yang dihasilkan oleh algoritma komputer dan suara narasi yang disesuaikan dengan skrip yang sudah diprogram. Namun, tak lama setelah video tersebut disebarkan, berbagai kalangan mulai mengemukakan pendapat bahwa penggunaan AI dalam hal ini tidak memperlihatkan hubungan emosional yang dapat membangun kepercayaan masyarakat terhadap program tersebut.
“Teknologi ini memang sangat canggih dan membawa kita pada dunia baru dalam hal kreativitas, namun dalam konteks program sosial seperti makanan bergizi. Lebih dibutuhkan adalah kedekatan dengan masyarakat, bukan sekadar kreativitas digital,” ungkap Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G. Plate, dalam konferensi pers yang digelar pada Selasa (13/2/2025).
Pernyataan tersebut menyusul banyaknya respons negatif dari warganet, tokoh masyarakat. Hingga beberapa lembaga swadaya masyarakat yang menilai bahwa video AI tersebut cenderung tampak artifisial dan tidak mewakili kenyataan yang dihadapi oleh masyarakat. Terutama mereka yang membutuhkan makanan bergizi.
Reaksi dari Para Ahli Teknologi dan Publik
Beberapa ahli teknologi menyarankan agar pemerintah lebih berhati-hati dalam mengintegrasikan AI ke dalam kampanye sosial seperti ini. Menurut Dwi Santoso, seorang ahli AI dan dosen di Universitas Teknologi Indonesia (UTI), penggunaan AI dalam video tersebut memang menunjukkan kemajuan dalam dunia teknologi. Namun harus tetap mempertimbangkan aspek kemanusiaan dan dampaknya terhadap masyarakat.
“Saat kita berbicara mengenai teknologi, kita juga perlu ingat bahwa teknologi seharusnya tidak menggantikan interaksi manusia. Tetapi membantu meningkatkan kualitas hidup manusia itu sendiri. Kampanye tentang makanan bergizi gratis harus menyentuh hati masyarakat, bukan hanya menggunakan gambar atau simulasi digital,” jelas Dwi.
Selain itu, sejumlah pengamat sosial juga menyatakan bahwa video tersebut bisa saja memperburuk citra pemerintah dalam hal transparansi dan keaslian dalam menjalankan program sosial. Beberapa kritik yang muncul juga menyoroti bahwa pemerintah seharusnya memberikan penjelasan lebih lanjut tentang penggunaan teknologi AI dalam konteks ini. Agar tidak menimbulkan kebingungan di masyarakat.
Pentingnya Pendekatan yang Tepat dalam Kampanye Sosial
Pemerintah, dalam hal ini, menyadari bahwa teknologi memang harus digunakan untuk mempercepat dan mempermudah berbagai program sosial. Namun, harus ada pertimbangan yang matang mengenai dampak sosialnya. Menteri Johnny G. Plate pun menyatakan bahwa pihaknya akan mengevaluasi kembali penggunaan AI dalam kampanye tersebut dan mencari solusi terbaik agar program tersebut bisa lebih diterima oleh masyarakat.
“Teknologi memang membantu kita dalam banyak hal, tapi kita tidak boleh melupakan pentingnya kedekatan emosional dan kepercayaan publik dalam setiap program yang kita jalankan. Kami akan mencari cara untuk memanfaatkan teknologi dengan cara yang lebih humanis,” tegas Johnny.
Menteri juga mengungkapkan bahwa pemerintah sedang merencanakan untuk melakukan pendekatan yang lebih inklusif dan melibatkan lebih banyak pihak. Termasuk organisasi masyarakat dan ahli gizi, agar pesan yang ingin disampaikan dapat diterima secara lebih luas dan dapat mempengaruhi perubahan pola makan masyarakat secara positif.